Harut dan Marut Malaikat yang diAzab?

Harut dan Marut Malaikat yang Diazab?

Kisah versi Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi

  Kisah lebih lengkapnya diceritakan Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi dalam Al-Haba’ik fi Akhbar Al-Mala’ik dan diterjemahkan oleh Misbahul Munir. Diceritakan, ketika Nabi Adam a.s. diturunkan Allah ke muka bumi, maka para malaikat berkata, “Wahai Tuhanku, apakah Engkau jadikan di sana orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu memuji-Mu dan menyucikan-Mu.” Allah SWT berfirman, “Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” Para malaikat berkata, “Wahai Tuhanku, kami lebih taat kepada-Mu daripada anak cucu Adam.” Allah SWT kemudian berkata kepada malaikat, “Bawakan kemari dua malaikat untuk kami turunkan ke bumi, lalu kita lihat bagaimana keduanya berbuat!” Mereka berkata, “Wahai Tuhanku kami, Harut dan Marut.” Kedua malaikat itu pun diturunkan ke bumi. Setelah itu, ada seorang perempuan paling cantik menampakkan diri kepada keduanya. Perempuan itu mendatanginya, lalu keduanya meminta perempuan itu menyerahkan dirinya. Perempuan itu berkata, “Aku tidak mau, demi Allah, sebelum kalian mengucapkan kesyirikan ini.” Keduanya berkata, “Tidak, demi Allah, kami tidak akan menyekutukan Allah untuk selama-lamanya.” Perempuan itu pun pergi meninggalkan keduanya, lalu ia kembali dengan membawa seorang anak. Keduanya meminta perempuan itu menyerahkan dirinya, namun ia juga berkata, “Demi Allah, aku tidak mau sebelum kalian membunuh anak ini.” Keduanya menjawab, “Demi Allah, kami tidak akan membunuh anak ini untuk selama-lamanya.” Perempuan itu pergi dan kembali lagi dengan membawa segelas khamar. Keduanya meminta perempuan itu menyerahkan dirinya, namun ia menjawab, “Demi Allah, aku tidak mau sebelum kalian berdua minum khamar ini.” Kemudian keduanya minum hingga mabuk, lalu keduanya menggauli perempuan itu dan membunuh anak tersebut. Ketika keduanya telah tersadar, perempuan itu berkata, “Demi Allah, kalian tidak meninggalkan apapun yang sebelumnya kalian tolak. Kalian telah mengerjakannya ketika kalian berdua mabuk.” Pada saat itulah keduanya diberikan pilihan antara siksa dunia dan akhirat, lalu keduanya memilih siksa dunia. Kisah Harut dan Marut ini diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dan Abdu bin Humaid dalam kitab Al-Musnad, Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-Uqubat, Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab Al-Iman dari Abdullah bin Umar yang mendengar dari Rasulullah SAW. Sementara itu, dalam riwayat Al Hakim dalam kitab Al-Mustadrak dan ia men-shahih-kannya, Harut dan Marut sendirilah yang meminta kepada Allah SWT agar diturunkan ke bumi untuk melakukan peradilan di antara manusia. Ketika sore tiba, keduanya membaca kalimat-kalimat sehingga bisa naik ke langit. Setelah itu, Allah SWT menghadirkan perempuan paling cantik kepada mereka dan memberi dua malaikat itu syahwat dan nafsu. Keduanya kemudian menggoda perempuan itu hingga bertemu dengannya. Perempuan itu meminta mereka untuk diajari kalimat-kalimat yang mereka baca agar bisa naik ke langit. Mereka pun mengajarinya hingga perempuan itu naik ke langit. Pada sore harinya, kedua malaikat itu mengucapkan kalimat tersebut, tetapi tidak bisa naik ke langit. Allah SWT kemudian mengutus satu malaikat untuk menemui keduanya dan meminta Harut dan Marut memilih antara siksa dunia atau akhirat. Keduanya memilih siksa dunia. Tapi kisah ini banyak disanggah oleh para ahli tafsir, karena dianggap cerita israiliyat, yang tidak memiliki pijakan dalil naqli (al-Qur’an maupun as-Sunnah). Para ahli tafsir menolak kisah tersebut karena tidak ada hadits yang sampai kepada Rasulullah Saw.

 

Kisah yang Diyakini Shahih

Dikisahkan bahwa ada dua malaikat diutus oleh Allah untuk turun ke Kota Babil, yakni sebuah kota di Irak bekas ibu kota Babilonia Kuno. Nama kedua malaikat tersebut adalah Harut dan Marut. Pada saat itu, warga kota diliputi kegelisahan dan kesyirikan akibat tersebarnya sihir. Negeri yang saat itu dipimpin Raja Nebukadnezar pun kacau-balau akibat tersebarnya sihir hingga dapat menyebabkan penyakit sampai membuat suami istri bercerai. Sihir yang tersebar tersebut bermula ketika Raja Nebukadnezar menahan orang-orang Yahudi setelah menyerang Palestina. Tawanan tersebut pun mulai memainkan sihir saat tiba di Kota Babil. Sebagian bangsa Yahudi memang dikenal sebagai bangsa yang sangat dekat dan mahir mempraktikkan ilmu sihir. Dengan pengetahuan sihir yang mereka kuasai, mereka kemudian menakut-nakuti warga Babil dengan membuat lingkaran besar sebagai lingkaran sihir. Demi melenyapkan ketakutan warga akibat sihir tersebut, maka diutuslah dua malaikat ke Kota Babil, Harut dan Marut oleh Allah. Keduanya diutus untuk mengajarkan sihir kepada warga Babil, mereka mengajarkan sihir bukanlah untuk berbuat kejahatan, sihir yang diajarkan keduanya hanyalah untuk menjelaskan hakikat sihir. Maka, Harut dan Marut pun turun ke bumi dan mendatangi warga Babil. Dimulailah tugas mereka untuk mengajarkan sihir. Ketika warga mendatangi mereka untuk mempelajari sihir, keduanya memperingatkan agar tak menyalahgunakannya untuk berbuat syirik. “Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, maka sebab itu janganlah kamu kafir,” ujar keduanya. Harut dan Marut pun kemudian menyampaikan ilmu dasar-dasar sihir dan cara melenyapkan lingkaran besar sihir yang dibuat Yahudi. Keduanya pun memperingatkan bahwa sihir merupakan hal yang dapat dipelajari. Karena dipelajari, sihir tidaklah dapat memberikan manfaat ataupun mafsadat bagi manusia kecuali dengan kehendak Allah. Setelah selesai tugas Harut dan Marut, keduanya pun kembali ke langit. Akan tetapi, warga Kota Babil justru tak mengikuti peringataan Harut dan Marut. Mereka justru berbuat kerusakan dengan ilmu sihir yang diajarkan keduanya, maka semakin rusaklah negeri tersebut.

 

Perbedaan Tafsir Harut dan Marut

Menurut penulis buku “Harut dan Marut dalam Alquran” yaitu Bahagia Tanjung (2016), perbedaan pemaknaan terkait Harut dan Marut ini tidak lepas dari penafsiran kata al-malakain yang tercantum dalam ayat QS. Al-Baqarah: 102. Ibnu Abas membacanya dengan kasrah, yakni al-malikain yang artinya dua raja, sementara yang lainnya membaca menggunakan fathah menjadi al-malakain yang berarti dua malaikat. Pendapat yang paling masyhur di kalangan mufassir adalah bahwa keduanya merupakan malaikat yang taat pada Allah SWT. Di sisi lain, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa Harut dan Marut hanyalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula raja dalam arti sebenarnya. Namun masyarakat kala itu menganggapnya sebagai malaikat karena pengaruh dan wibawanya.

Versi Imam Qurtubhi

Di sisi lain Imam Qurthubi berpendapat Harut dan Marut adalah pengganti dari kata ‘setan’. kata ‘Harut’ dan ‘Marut’ dalam ayat di atas adalah pengganti dari kata ‘setan’. Kata ‘Maa’ dalam kalimat wamaa unzila ‘alal malakaini merupakan maa nafyi (ditiadakan), bukan sebagai isim maushul yang bermakna ‘yang’. Jadi, kata ‘Maa’ merupakan negasi dan di-athaf-kan (diikutkan) kepada wamaa kadara sulaimaanu.  Karena itu, kata haaruuta wamaarut merupakan badal (pengganti) dari setan.

Versi Muhammad Nasib Ar Rifa’i

Namun menurut Muhammad Nasib Ar Rifa’i, setan tidak memiliki naluri untuk memperingatkan manusia agar tidak berbuat dosa. Dalam surat Al Baqarah ayat 102 jelas disebutkan bahwa mereka berkata “Sesungguhnya, kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu, janganlah kamu kafir.” Ia sendiri lebih condong memaknai kata Harut dan Marut merupakan pengganti kata manusia.

Versi Ibnu Katsir

Ibnu Katsir dalam tafsirnya sependapat dengan pandangan Al-Qurthubi. Namun, Ibnu Katsir berbeda pendapat bahwa Harut dan Marut merupakan pengganti setan. Sebab, kata Ibnu Katsir, hal itu tidak sejalan dengan gambaran setan. Sesungguhnya, setan itu tidak memiliki naluri yang mendorong manusia untuk menasihatinya agar berbuat kebaikan. Saya lebih cenderung kata ‘Harut’ dan ‘Marut’ dalam ayat tersebut merupakan pengganti manusia, ujar Ibnu Katsir. Karena itu, lanjutnya, makna ayat di atas adalah Sulaiman tidaklah kafir dan tidak diturunkan sihir kepada dua malaikat, namun setanlah yang kafir karena mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Yakni, setan mengajarkan sihir kepada Harut dan Marut yang keduanya adalah dua orang manusia. Kemudian, keduanya mengajarkan sihir kepada manusia lainnya. Keduanya tidak mengajarkan sihir kepada khalayak sebelum berkata kepada mereka, “Sesungguhnya, kami adalah fitnah. Maka, janganlah kafir”. Karena itu, “Harut dan Marut merupakan badal dari manusia yang memiliki fitrah memberi nasihat,” papar Ibnu Katsir.

Versi Sayyid Quthub

Sementara itu, Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan, sebenarnya kedua orang itu sudah melarang Bani Israel mempelajari sihir. Sebab, sihir itu dapat mencelakakan mereka. Namun, Bani Israel tetap meminta keduanya untuk mengajarkan sihir tersebut. Akibatnya, terjadilah fitnah yang menyebabkan seorang suami bisa menceraikan istrinya karena sihir itu. “Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dan istrinya. (QS Al-Baqarah [2]: 102).

Versi Syekh Athiyah Saqar

Syekh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa beberapa buku tafsir mengatakan, kedua malaikat itu telah diturunkan ke bumi sebagai fitnah sehingga Allah SWT mengazab mereka berdua dengan menggantung kedua kaki mereka. Perkataan para mufasir ini bukanlah hujjah (dalil). Hal itu berasal dari warisan masyarakat Babilonia dan penjelasan orang-orang Yahudi serta kitab-kitab Nasrani. Pengajaran sihir yang diberikan Harut dan Marut ini telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang mengatakan bahwa kedua malaikat itu mengajarkan manusia tentang peringatan terhadap sihir, bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir.

Versi Az-Zajjaj

Az-Zajjaj mengatakan bahwa perkataan itu adalah pendapat kebanyakan ahli bahasa. Artinya bahwa pengajaran kedua malaikat itu kepada manusia adalah berupa larangan. Keduanya berkata kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan ini (sihir) dan janganlah kalian diperdaya dengannya sehingga kalian memisahkan seorang suami dari istrinya dan apa yang diturunkan kepada mereka berdua adalah berupa larangan.” (al-Jami li Ahkamil Qur’an juz II hlm 472).

 

Kisah Harut dan Marut versi Israiliyyat Tak Lebih Dongeng Belaka

Banyak ulama beranggapan kisah Harut dan Marut dalam versi Israiliyyat tidak lebih dari sekadar dongeng belaka. Ini dilandasi oleh beberapa alasan.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Scroll to Top