Perintah bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw sejatinya merupakan perintah yang agung karena langsung berasal dari Allah SWT, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 56:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Ayat ini termasuk kategori ayat-ayat Madaniyah. Tujuan diturukannya ayat ini seolah memberikan penekanan pada kenabian Muhammad Saw, sekaligus perintah kepada sahabat-sahabat beliau khususnya, dan umat Islam pada umumnya untuk menghormati Rasulullah Saw, mengagungkan beliau baik secara lahir maupun batin, menaati perintah-perintahnya dan mencegah segala perbuatan yang dapat menghilangkan rasa hormat dan ta’zhim kepada beliau hingga hari kiamat kelak.
Lalu, kapan kita mesti bersholawat kapan Nabi Saw? Dikutip dari buku ad-Durr al-Mandhud karya Al-Imam al-Faqih al-Mujtahid Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Hajar as-Salmunti al-Haitami al-Azhari al-Wa’ili as-Sa’di al-Makki al-Anshari asy-Syafi’i atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Hajar al-Haitami, terdapat sekurangnya 46 waktu/kesempatan yang bisa digunakan untuk melantunkan sholawat kepada Baginda Rasulullah Saw.
Ibnu Hajar al-Haitami (1503-1567 M) yang lahir di Mesir adalah Syaikhul Islam, yaitu seorang ulama terkemuka yang mengabdikan hidupnya untuk agama. Ia adalah lautan ilmu yang teramat luas (hampir semua ilmu dikuasai), dan imam dua tanah haram. Semasa hidup di Mekkah, keharuman nama berikut keluasan ilmu pengetahuannya telah menjadi ciri khas tanah haram tersebut. Kecerdasan dan kepintaran pengikut madzhab Syafi’i dan ahli kalam ini telah mendapat pengakuan dari berbagai ulama Islam.
BACA JUGA: BAB: WAJIB CINTA KEPADA RASULULLAH LEBIH DARI KEPADA ANAK, KELUARGA DAN SEMUA MANUSIA
13 Waktu Terbaik Untuk Bersholawat Kepada Nabi SAW
Untuk kesempatan pertama ini kita hadirkan 13 waktu/kesempatan terlebih dahulu. Sedangkan sisanya akan kita lanjutkan pada kesempatan berikutnya. Berikut ini waktu-waktu yang terbaik untuk bershalawat kepada Nabi Saw:
Setelah Selesai Wudhu, Mandi Besar dan Tayamum
Tentang hal ini setidaknya terdapat 3 riwayat dari hadits yang kesemuanya dinilai lemah. Salah satunya berbunyi demikian: “Apabila kalian membersihkan diri sebutlah nama Allah (Basmallah), sebab hal itu bisa membersihkan badan kalian secara keseluruhan. Kalau kalian tidak menyebut nama Allah sewaktu membersihkan diri, maka anggota badan yang bisa dibersihkan hanyalah anggota badan yang tersirami air saja. Begitu selesai, ucapkanlah syahadatain, kemudian bersholawatlah kepadaku. Kalau semua itu dipatuhi, maka pintu-pintu rahmat dari Tuhan akan terbuka lebar.” Hadits ini banyak yang meriwayatkan, sehingga tidak menutup kemungkinan derajatnya naik menjadi hasan.
Dalam hadits lemah yang lain disebutkan: “Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw.”
Dalam Shalat
Bacaan sholawat yang secara jelas menyebutkan nama Rasulullah Saw adalah pada tasyahud awal dan tasyahud akhir. Landasan argumentasinya adalah hadits yang menerangkan bahwa orang yang mendengar nama Rasulullah Saw disebutkan namun ia tidak bersholawat, maka termasuk orang-orang yang tercela.
Berdasarkan hadits tersebut, ditarik kesimpulan bahwa untuk membebaskan diri agar tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang hina, seseorang harus bersholawat kepada Rasulullah Saw saat menyebut namanya pada tasyahud.
Setelah Menunaikan Shalat
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Barangsiapa yang bersholawat kepadaku sebanyak seratus kali setelah shalat Shubuh sebelum ia berkata apa-apa, maka Allah akan mengabulkan seratus keinginannya, tiga puluh di dunia dan sisanya diberikan di akherat kelak. Demikian juga dengan orang yang melakukannya sehabis shalat Maghrib.” (Cuma ada yang menilai hadits ini lemah).
Setelah Azan selesai dikumandangkan, usai membaca doa Allahumma rabbahadzihi ad-da’watit-tammah
Rasulullah pernah bersabda, “Apabila kalian mendengar muazzin mengumandangkan azan, ucapkan seperti apa yang ia serukan. Kemudian bersholawatlah kepadaku, Karena orang yang bersholawat kepadaku sebanyak satu kali akan mendapat balasan sepuluh kali dari Allah. Kemudian berdoalah supaya Allah menjadikanku sebagai washilah. Sesungguhnya washilah adalah derajat tertinggi di surga yang hanya diberikan kepada seorang hamba di antara sekian banyak hamba-hamba-Nya. Dan aku berharap akulah orangnya. Barangsiapa yang memohon supaya Allah menjadikanku sebagai washilah, akan mendapatkan syafa’at.”
Ketika Bangun Tidur Malam untuk Mendirikan Qiyamul Lail
Rasulullah Saw bersabda, “Allah tertawa atas perbuatan dua orang lelaki. Pertama, lelaki yang menghadapi musuh dengan gagah di atas punggung kudanya lalu menyerbu dengan berani. Jika ia terbunuh ia mati syahid, tapi ia ternyata selamat. Itulah yang membuat Allah tertawa atasnya. Kedua, seorang lelaki yang bangun tengah malam tanpa sepengetahuan orang lain. Lalu ia berwudhu dengan sempurna dan memuji Allah serta bersholawat kepada Nabi saw. Setelah itu, ia lanjutkan dengan membaca Al-Qur’an. Itulah yang membuat Allah tertawa atasnya. Allah berkata, “Lihatlah hamba-Ku itu, ia bangun malam tanpa sepengetahuan siapapun kecuali diri-Ku.” (HR. Muslim)
Setelah Selesai Menunaikan Shalat Tahajud
Aisyah r.a. berkata, “Aku menyiapkan siwak dan baju Rasulullah Saw. Beliau lalu membersihkan gigi dengan siwak, berwudhu, serta mendirikan shalat sembilan rakaat tanpa disertai duduk sama sekali selain pada rakaat yang kedelapan. Pada saat itu ketika beliau memuji-muji keagungan Allah dan bersholawat kepada Nabi-Nya beliau berdoa namun tidak mengakhiri shalatnya dengan salam. Setelah itu Rasulullah bangkit dan mendirikan shalat yang kesembilan. Beliau duduk sambil memuji-muji keagungan Allah, bersaholawat kepada Nabi-Nya, berdoa, baru kemudian mengakhiri shalatnya dengan salam. Aku mendengar saat beliau mengucapkan salam. Terakhir, Rasulullah Saw mendirikan shalat dua rakaat dengan diakhiri duduk tawarruk dan mengucapkan salam.” (HR. an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Ketika Melewati, Masuk, atau Keluar dari Masjid
Diriwayatkan oleh Ismail al-Qadhi dari Ali r.a. bahwasanya Ali menyuruh kita untuk bersholawat saat melewati masjid. Ada riwayat lain dengan sanad hasan (akan tetapi tidak bersambung) dengan redaksi: “Setiapkali Rasulullah memasuki masjid beliau membaca shalawat dan salam kepada dirinya sendiri, kemudian berdoa: Allahummaghfirli dzunubi waftahli abwaba rahmatika. Lalu ketika keluar beliau membaca sholawat dan salam kepada dirinya sendiri kemudian berdoa: Allahummaghfirli dzunubi waftahli abwaba fadhlika.
Ada hadits lain: “Apabila salah seorang dari kalian memasuki masjid hendaklah ia melantunkan salam kepada Nabi Saw, kemudian membaca Allahummaghfirli dzunubi waftahli abwaba rahmatika. Dan ketika ia keluar dari masjid, hendaklah ia melantunkan salam kepada Nabi Saw lagi dan membaca Allahummaghfirli dzunubi waftahli abwaba fadhlika.” (HR. At-Thabrani, Al-Baihaqi, Abu dawud, an-Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ibnu khuzaimah, dll. Lafal asli hadits ini tercantum dalam Shahih Muslim).
Pada Hari Jumat
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang bersholawat kepadaku pada hari Jumat sebanyak seratus kali, maka doa orang itu selama dua ratus tahun akan diampuni.” (HR. ad-Dailami)
Rasulullah Saw bersabda lagi, “Sholawat kepadaku adalah cahaya di atas shirath. Barangsiapa yang bersholawat kepadaku pada hari Jumat sebanyak delapan puluh kali, maka dosanya selama delapan puluh tahun akan diampuni.”
Rasulullah Saw bersabda lagi, “Barangsiapa yang bersholawat kepadaku pada hari Jumat sebanyak delapan puluh kali, maka dosa orang itu selama delapan puluh tahun akan diampuni.” (HR. ad-Daruqutni)
Jadi, tidak berlebihan apabila Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada para gubernurnya untuk memerintahkan agar para ulama atau khatib menyuruh para jamaah guna membaca sholawat kepada Rasulullah Saw di hari Jumat sebanyak mungkin.
Imam Syafi’i berkata, “Aku suka bersholawat kepada Rasulullah Saw dalam setiap hal, namun aku lebih senang melakukannya pada hari Jumat.”
Di Saat khutbah, semisal Khutbah Jumat, Hari Raya, Gerhana, serta Khutbah Shalat Minta Hujan (Istisqa’)
Dalam madzhab Syafi’i dan Hanbali, sholawat merupakan bagian rukun khutbah yang tidak dapat ditinggalkan. Berbeda dengan madzhab Maliki dan habafi, yang tidak mencantumkan shalawat sebagai rukun khutbah.
Dasar pijakan Imam Syafi’i dan Hanbali adalah Sunnah (kebiasaan) Khufaur Rasyidin. Setiapkali mereka berkhutbah pasti melantunkan pujian kepada Allah, dilanjutkan dengan sholawat kepada Rasulullah Saw. Orang-orang shaleh setelah mereka juga tidak pernah meninggalkan kalimat pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah Saw dalam setiap khutbah mereka. Sebaliknya, salah satu kaum memberi nama Al-Butaira’ terhadap khutbah yang tidak disertai sholawat kepada Rasulullah Saw.
Di Sela-sela Takbir Dalam Shalat Hari Raya
Ibnu Mas’ud mengajarkan hal ini kepada Al-Walid bin Uqbah, tepatnya setelah kalimat pujian kepada Allah SWT. Baru kemudian dilanjutkan dengan doa. Sehingga urutannya adalah diawali dengan kalimat pujian kepada Allah, kemudian sholawat kepada Rasulullah Saw, baru diakhiri dengan doa. Khudzaifah dan Abu Musa r.a. membenarkan hal ini.
Dalam Shalat Jenazah
Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa shalat jenazah setelah takbir kedua. Menurut Imam Syafi’I dan Imam Hanbali, sholawat dalam shalat jenazah adalah rukun. Namun bagi Imam Hanafi dan Imam Maliki, tidak.
Dalil yang dijadikan dasar pijakan oleh Imam Syafi’i dan Hanbali adalah riwayat Abu Umamah yang mengutip langsung dari para sahabat bahwa sholawat tak ubahnya takbir dalam shalat jenazah. Riwayat ini dikeluarkan oleh Syafi’i.
Ketika Menunaikan Ibadah Haji
Pertama, Ketika Talbiyah. Menurut al-Qasim, membaca sholawat saat talbiyah hukumnya sunnah. Pendapat ini didasarkan atas hadist lemah.
Kedua, Ketika Sa’i antara Shafa dan Marwah. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatthab pernah berkhutbah di tengah-tengah lautan manusia, “Apabila salah seorang lelaki di antara kalian melakukan ibadah haji, hendaklah ia berthawaf di baitul athiq sebanyak tujuh kali. Lanjutkan dengan mendirikan shalat dua rakaat, baru setelah itu berangkatlah dari Shafa. Hadapkanlah wajah kalian ke arah kiblat sembari tertakbir tujuh kali. Panjatkan kalimat pujian kepada Allah, sholawat kepada Rasulullah Saw, serta doa untuk kalian sendiri di sela-sela dua takbir tersebut.”
Ketiga, Ketika berada di Marwah. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia bertakbir tiga kali kemudian membaca La ilaha illahu wahdahu la syarikalah, bersholawat kepada Rasulullah Saw, baru kemudian berdoa. Ibnu Umar berdiri agak lama saat memanjatkan doa untuk dirinya sendiri.
Keempat, Ketika menghadap Hajar Aswad. Diriwayatkan bahwa Ibnu Umar setiapkali menghadap Hajar Aswad dalam putaran thawaf membaca Allahumma imanan bik, kemudian bersholawat kepada Rasulullah Saw. Al-Waqidi juga meriwayatkan perbuatan Ibnu Umar ini, sayangnya silsilah perawinya lemah.
Kelima, Ketika Thawaf. Diriwayatkan al-Halimi dari Sufyan bin Uyainah, “Aku mendengar lebih dari tujuh puluh tahun bahwa orang-orang yang berthawaf selalu membaca Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala abina Ibrahim. Dalam perkataan tersebut, secara tidak langsung Nabi Muhammad Saw disebut sebagai keturunan Nabi Ibrahim. Tapi ada juga yang membaca Allahumma shalli ‘ala Muhammad an-nabiyyuka wa Ibrahim khaliluka.
Menurut Ibnu Hajar al-Haitami, doa atau sholawat ini sangat bagus, sebab seluruh manasik haji sejatinya merupakan warisan Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad. Ka’bah sendiri yang membangun adalah Nabi Ibrahim, sementara talbiyah (mengucapkan labbaikallahumma labbaik) yang biasa diucapkan manusia (jamaah haji) sebenarnya adalah balasan atas panggilan-Nya.
Keenam, Ketika Wukuf. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi sebuah hadits berbunyi: “Apabila ada seorang Muslim melakukan Wukuf di padang Arafah, hendaklah ia menghadapkan wajahnya kea rah kiblat sembari membaca La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahu hamdu wahuwa ala kulli syai’in qadir sebanyak seratus kali. Dilanjutkan dengan membaca Qul huwallahu ahad seratus kali, lalu Allhumma shalli ‘ala Muhamamd wa ‘ala ali Muhammad kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim innaka hamidum majid wa ‘alaina ma’ahum seratus kali. Maka saat itu juga Allah SWT akan berkata kepada malaikat-Nya, ‘Wahai malaikat-Ku, balasan apa yang pantas bagi hamba-Ku ini? Ia telah menyucikan, mengangungkan, membesarkan, memuliakan, serta memuji-Ku. Ia juga bersholawat kepada Nabi-Ku. Saksikanlah, Aku telah mengampuni dosa-dosanya dan memberikan syafa’at kepadanya. Seandainya hamba-Ku ini memohon agar semua orang yang Wukuf diberi syafa’at, pasti Kukabulkan permohonannya itu.’”
Menurut al-Baihaqi hadits ini gharib. Namun para perawinya taka da yang diperselisihkan. Bahkan menurut ulama yang lain, semua perawinya terpercaya (tsiqoh), kecuali satu orang yang memang tidak terkenal.
Ketujuh, Ketika di Multazam. Menurut Imam Syafi’i dan para pengikutnya,setelah selesai melakukan thawaf wada’ disunnahkan berhenti terlebih dahulu (di depan Multazam—red), lalu membaca Allhumma inna al-baita baituka…, kemudian bersholawat kepada Nabi Saw. Bacaan ini adalah pertanda bahwa dalam hati orang tersebut tersimpan harapan besar agar seluruh ibadahnya diterima.
Saat Berziarah ke Makam Rasulullah Saw
Diriwayatkan oleh beberapa ulama bahwa Ibnu Umar setiapkali lewat di dekat kuburan Rasulullah Saw selalu mengucapkan sholawat dan salam kepada beliau Saw. Demikian juga Abu Bakar. Dalam riwayat lain diceritakan, Ibnu umar mengusap kuburan Rasulullah Saw dengan tangan kanannya, tapi di riwayat lain, tidak. Maka Ibnu Hajar menyimpulkan, terkadang Ibnu Umar mengusap kuburan Rasulullah Saw dan terkadang tidak.
(bersambung ke artikel berikutnya tentang sholawat…)
Referensi:
- Ibn Hajar Al-Haitami, Ad-Durr al-Mandhud fi ash-Shalah wa as-Salam ‘ala Shahib al-Maqam al-Mahmud (Allah dan Malaikat Bershalawat Kepada Nabi Saw), Penerjemah Luqman Junaidi, Penyunting Dhorifi Zumar, Penerbit Pustaka Hidayah, Cetakan I September 2002.
Image : sanadmedia.com
Editor : Dezete