Majelis Ilmu

Kedahsyatan Majelis Ilmu Sebagai Taman Surga

Majelis ilmu.





Untuk menjadi seorang muslim yang kaffah (sempurna) tidak cukup hanya berbekal iman dan amal sholeh saja, tetapi perlu juga memiliki ilmu. Karena ilmulah nantinya yang akan menjadi penerang/pelita dan pemandu bagi iman dan amal  seorang muslim.

Karena pentingnya ilmu tersebut, maka wajar di banyak pondok pesantren, misalnya di pondok Gontor dan pondok-pondok alumninya, para santrinya ditekankan untuk memilki iman, ilmu, dan amal. Ketiga kata itu bagai satu kesatuan, yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Tentang hubungan ketiganya (antara iman, ilmu dan amal) khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. pernah berkata, “Amal tanpa ilmu, tidak ada gunanya. Sebaliknya ilmu tanpa amal adalah hal yang sia-sia.” Sedangkan ahli tasawuf Imam Ghazali pernah berkata, “Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah sia-sia.”



Sementara Ilmuwan fisika teoritis terbesar abad-20, yaitu Albert Einstein pernah mengatakan bahwa ilmu tanpa agama (iman) buta, sebaliknya agama (iman) tanpa ilmu adalah lumpuh. Ungkapan tersebut menjelaskan dua hubungan yang selaras antara ilmu dan agama (iman).

 

Kedudukan Orang yang Berilmu

Orang yang berilmu memiliki kedudukan yang spesial di sisi Allah, sebagaimana yang disitir melalui ayat al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu, maka berdirilah’. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujadalah [l58]: 11)

Ayat di atas mengukuhkan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan diangkat serta ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT, “yarfaʼillahu alladzin amanū minkum walladzina ūtū al-ilma darajāt”.

Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu. Artinya orang yang beramal didasarkan dari ilmu, maka pahala dan kualitas amalnya berbeda dengan orang yang beramal tanpa ilmu.

 BACA JUGA: Khalifah Abu Bakar




Beragam Tafsir tentang Ayat 11 al-Mujadalah

Penjelasan Fakhruddin al-Razi

Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib menerangkan, bahwa Allah mengangkat derajat orang beriman yang taat kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu di antara mereka dengan derajat yang spesial. Maksud dari diangkat derajatnya: pertama, pendapat klasik mengatakan: diangkat kedudukannya sebagaimana orang yang pernah semajelis dengan Rasulullah. Kedua, pendapat yang populer: akan diberikan pahala, dan marabat yang diridhai Allah.

Penjelasan Imam al-Qurthubi

Sementara menurut Imam al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi, Allah akan memberikan pahala di akhirat dan kemuliaan ketika di dunia bagi orang yang beriman atas orang yang tidak beriman, dan diangkat derajat orang berilmu atas orang yang tidak berilmu.

Penjelasan Ibnu Mas’ud

Ibnu Mas’ud r.a. mengatakan, melalui ayat ini Allah memuji kedudukan orang berilmu. Sedangkan derajat orang yang berilmu atas orang beriman yang tidak berilmu adalah derajat agama apabila mereka melakukan amal berdasarkan ilmu. Kesimpulan secara umum, pada ayat ini Allah mengangkat derajat seseorang karena keimanannya, kedua karena ilmunya (Tafsir al-Qurthubi, 1964: 17/299-230).



Jadi yang diangkat derajatnya itu adalah orang berilmu yang telah beriman. Diangkat derajatnya karena keimanan, kemudian derajat karena ilmu yang mereka miliki. Mereka ini akan mendapat kemuliaan di dunia dan balasan pahala di akhirat.

Penjelasan Al-Maraghi

Berikutnya, Al-Maraghi menegaskan bahwa Allah mengangkat derajat orang beriman adalah dengan menaikkan status mereka pada Hari Kiamat. Dan mengangkat derajat orang berilmu dengan derajat yang spesial, derajat dalam soal kemuliaan dan martabat yang tinggi (Tafsir al-Maraghi, 1365, 15/28).




Penjelasan Wahbah al-Zuhaili

Wahbah al-Zuhaili menambahkan, Allah mengangkat derajat secara spesial berupa kemuliaan dan martabat yang tinggi bagi mereka yang memadukan antara ilmu dan amal, karena ilmu dan matabat yang tinggi menghendaki amaliah dan peningkatan (Tafsir al-Munir, 1418: 28/38). Sampai di sini kita paham bahwa kedudukan orang yang berilmu sangatlah mulia. Kemuliaan tersebut tidak hanya mereka dapatkan ketika di dunia tatapi juga di akhirat, tetapi dengan catatan mereka mengaplikasikan ilmunya.

Penjelasan Asy-Syaukani

Adapun Asy-Syaukani menjelaskan, ayat ini secara umum untuk setiap orang beriman dan orang yang berilmu agama, tidak ada pengkhususan bagi umat tertentu. Ayat ini, menurutnya, merupakan kemuliaan besar bagi orang yang berilmu, bahkan tentang kemuliaannya telah disebutkan dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi. (Tafsir Fath al-Qadir, 1414: 5/226).



Di antara hadits-hadits yang banyak dikutip oleh para mufassir terkait dengan kedudukan dan derajat orang yang berilmu antara lain:

وَرُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: (بَيْنَ الْعَالِمِ وَالْعَابِدِ مِائَةُ دَرَجَةٍ بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ حَضْرُ الْجَوَادِ الْمُضَمَّرِ سَبْعِينَ سَنَةً). وَعَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ). وَعَنْهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ) فَأَعْظِمْ بِمَنْزِلَةٍ هِيَ وَاسِطَةٌ بَيْنَ النُّبُوَّةِ وَالشَّهَادَةِ بِشَهَادَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Rasulullah Saw bersabda, “Jarak antara orang yang berilmu dan seorang budak adalah seratus derajat. Jarak antara dua derajatnya seperti tujuh puluh tahun perjalanan kuda.” Dan dari Nabi Saw, “Keutamaan orang berilmu atas seorang budak adalah laksana bulan purnama ketika malam atas sekalian bintang-gemintang.” Dan dari Nabi Saw, “Pada hari kiamat akan ada tiga golongan yang memberi syafa’at: para nabi, para ulama, dan para syuhada.” Maka tempat yang paling mulia adalah di pertengahan antara kenabian dan kesaksian Rasulullah. (Tafsir al-Qurthubi, 1964: 17/ 300).




Kedahsyatan Majelis Ilmu Ibarat Taman Surga

Di dunia ini sejatinya ada tempat-tempat yang disebut sebagai taman surga. Tempat itu adalah majelis-majelis ilmu. Sunnah bagi seorang Muslim ketika mendapati dalam perjalanan menemukan ada majelis-majelis ilmu untuk sejenak ikut bergabung.

Keterangan ini sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَامَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْاقَالُوْ ايَارَسُوْلَ اللَّهِ ,وَمَارِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ مَجَالِسُ الْعِلْمِ.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ketika kalian lewat di taman-taman surga, maka singgahlah.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa taman-taman surga itu?” Rasulullah menjawab, “Taman-taman surga itu adalah majelis-majelis ilmu.”

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa majelis-majelis ilmu itu adalah tempat yang sangat baik yang ada di muka bumi. Karena Rasulullah pun mengibaratkan sebagai taman surga.

Sebab memang majelis-majelis ilmu adalah tempat bagi orang-orang yang mau menempuh jalan yang diridhoi Allah mencapai surga. Orang yang mau duduk di majelis ilmu dan mendengarkan dengan seksama para ulama yang mengajarkan ilmu niscaya akan memperoleh kunci-kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.



Di dalam hadits lain, dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya, ”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, ”Halaqah-halaqah dzikir (ilmu).” (HR. Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2562).

 BACA JUGA: Bacaan Sholat Rasulullah

Penjelasan UAH tentang Riyadhul Jannah

Ustad Adi Hidayat (UAH) mengatakan, majelis ilmu menjadi perkumpulan yang penting bagi umat Islam untuk berkumpul dengan orang yang sholeh, kajian yang benar dan menuntun ke surga. Majelis ilmu yang demikian diibaratkan taman-taman bunga nan indah bak di surga. Majelis ilmu ditemukan banyak di Indonesia, tidak hanya dalam kompleks pemukiman namun juga sekolah dan perguruan tinggi.



Ciri-ciri Majelis Ilmu

Adapun ciri-ciri majelis ilmu yang benar dan menuntun ke kedamaian bak taman surga (Riyadhul Jannah) adalah majelis-majelis ilmu yang menerangkan tentang pokok-pokok agama yang halal dan yang haram.

Seperti bagaimana umat Islam berniaga, mengajarkan kepada kita bagaimana caranya shalat, cara berzakat, cara berhaji yang baik, dan sebagainya. Majelis ini juga mengajarkan bagaimana cara berumah tangga (menikah) yang baik, juga cara memilih pasangan atau mencari jodoh.



Juga mengajarkan jika ada ada masalah yang tidak bisa diselesaikan di rumah tangga bagaimana solusi untuk menyelesaikannya. Intinya, segala hal yang terkait dengan majelis-majelis yang mengajarkan tuntunan syariat.

Pendapat Imam Atha’ bin Abi Rabah

Menurut UAH mengutip pendapat Imam Atha’ bin Abi Rabah (w.114 H), Riyadhul Jannah itu adalah taman-taman pengetahuan. Maksudnya, jika kita ingin belajar di majelis ilmu ini maka rencanakanlah. Ini mengisyaratkan tidak setiap majelis ilmu itu punya sifat Riyadhul Jannah.

Riyadhul itu jamak dari kata Raudhah, kalau disebutkan di lisan orang Arab biasanya menunjukkan pada taman yang dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan. Makna kiasan itu diambil ke dalam majelis ilmu. Artinya, ketika kita mengikuti majelis ilmu seperti kita masuk ke dalam taman-taman yang menenangkan, enak dilihatnya, tenang merasakannya, bisa menikmati buah-buahnya.

“Maka, datangilah majelis ilmu yang punya nuansa memberikan ketenangan pada hati, sehingga merasakan kenikmatan di majelis ilmu itu seperti halnya anda berada di taman-taman yang menenangkan,” ucap UAH.



Dalam kitab Riyadush-Sholihin

Di dalam kitab Riyadush-Sholihin karya Syeikh Imam An-Nawawi disebutkan, maksud dari Riyadhul Jannah itu bagaimana kita bergaul dengan orang-orang sholeh di dalam majelis ilmu, sehingga merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam hati, seperti merasa berada di dalam taman-taman yang indah.

Jika sudah menemukan majelis ilmu yang seperti itu, berkualitas, menenangkan ke dalam hati dan sifatnya Riyadhul Jannah, ungkap UAH, maka segeralah datang.



Allah sudah memberikan ke dalam diri kita itu hidayah dengan kuat dan kecintaan terhadap sesuatu itu yang kadang-kadang kita lupakan. Padahal, mestinya, jarak jauhpun kita tempuh.

Hadits Riwayat Abu Darda’

Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Darda’:

“Kalau ada orang yang sudah seperti itu (mendapatkan hidayah ke majelis ilmu) dan dia punya kemampuan untuk mengejarnya, maka setiap langkah yang ditempuh untuk mendapatkan majelis itu langsung diperintahkan oleh Allah kepada malaikat untuk mencatat setiap langkahnya, untuk meringankan langkahnya di akhirat menuju surganya.”

Kata UAH, Riyadhul Jannah itu tidak mudah didapatkan sehingga jika kita sudah mendapatkan nuansa hati seperti itu, maka pertahankan. Karena tidak semua orang bisa mendapati itu, atau tidak semua orang bisa dapat itu. “Itulah ‘taman-taman Surga’ atau majelis ilmu yang hendaknya kita datangi agar menuntun ke surga dan meringankan di akhirat. “ tutup UAH.




Jangan Pernah Tinggalkan Majelis Ilmu

Menurut dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK, pada majelis ilmu ada dua hal utama yang membuat istiqamah sampai ajal menjemput. Pertama adalah ilmu yang menjaga kita dan kedua adalah sahabat yang sholeh yang selalu meingingatkan akan akhirat.

Pesan dia, apapun keadaannya dan bagaimanapun kondisinya, jangan pernah meninggalkan majelis ilmu. Janganlah tinggalkan secara total. Jika tidak bisa sepekan sekali, mungkin sebulan sekali, jika tidak bisa mungkin 2 atau 3 bulan sekali, insyaallah waktu itu selalu ada. Yang menjadi intinya adalah apakah kita memprioritaskan atau tidak? Jika tidak menjadi prioritas, maka tidak akan ada waktu dan tidak akan ada usaha untuk itu. Jangan pernah juga meninggalkan majelis ilmu karena sudah merasa berilmu atau telah menjadi “ikhwan senior”! Para ustadz dan ulama pun terus belajar dan menuntut ilmu.



Mereka yang berguguran di persimpangan jalan dakwah adalah orang perlahan-lahan meninggalkan majelis ilmu secara total, baik itu tenggelam dengan kesibukan dunia atau merasa sudah berilmu kemudian menjadi sombong dan tergelincir.

Keheranan Abdullah bin Mubarak

Abdullah bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,

عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة

“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan?” [Siyar A’lam AN-Nubala, 8/398]




Pesan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata:

ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺤﺮﺱ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻳﺤﺮﺱ ﻣﺎﻟﻪ

“Ilmu itu menjaga pemiliknya sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.”[Miftah Daris Sa’adah, 1/29]

Dengan menghadiri majelis ilmu juga akan menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang hidup di dunia ini. Apabila niatnya ikhlas, maka ia akan merasakan ketenangan di majelis ilmu dan akan terus mencari majelis ilmu di mana pun berada.

Nabi Saw bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Artinya: “Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka. Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapan-Nya.” [HR. Muslim, no. 2699]




Di majelis ilmu kita bertemu dengan sahabat yang selalu mengingatkan akan akhirat

Di majelis ilmu kita akan berjumpa dengan sahabat yang benar-benar sejati, yaitu sahabat yang selalu memberikan nasihat dan mengingatkan kita apabila salah. Sebuah ungkapan Arab berbunyi:

ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ

Artinya: “Sahabat sejatimu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu.”

Dengan sering berjumpa dengan orang sholeh yang sabar dengan kehidupan dunia ini dan tidak rakus akan harta dan kedudukan, hidup kita akan mudah dan lebih bahagia.

Sikap Murid terhadap Guru

Perhatikan bagaimana Ibnul Qayyim mengisahkan tentang guru beliau Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:

وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة

“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” [Al-Wabilush Shayyib, hal 48, Darul Hadits, Syamilah]

 




Apakah Majelis Ilmu adalah Majelis Zikir?

Apakah majelis ilmu juga termasuk majelis zikir? Dalam hal ini, nampaknya para ulama berbeda pendapat.

Pendapat Ibnu Hajar Al-Asqalani

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani r.a. berkata: “Majelis-majelis zikir adalah majelis-majelis yang berisi zikrullah, dengan macam-macam zikir yang ada (tuntunannya—red), yaitu: tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitabullah Azza wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Di dalamnya terdapat pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunnah). Yang lebih nyata, majelis-majelis zikir adalah khusus pada majelis-majelis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul qur’an saja. Walaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk juga yang masuk  ke dalam istilah zikrullah ta’ala.”



Dari perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar di atas, nampaknya beliau menguatkan bahwa majelis ilmu tidak termasuk majlis zikir. Namun banyak juga perkataan ulama yang menyebutkan bila majelis ilmu termasuk majelis zikir. Dan pendapat kedua inilah yang dipandang lebih kuat.

Pendapat Imam An-Nawawi

Dalam kitab Riyadhush Shalihin, Imam An-Nawawi membuat satu bab (no. 247) dengan judul: “Keutamaan Halaqah-halaqah Dzikir dan Anjuran Menetapinya, dan Larangan Meninggalkannya dengan Tanpa Uzur (Alasan)”. Beliau menyebutkan empat hadits, salah satu hadits berisi tentang majelis ilmu. Ini menunjukkan, bila Imam Nawawi r.a. mengisyaratkan bahwa majelis ilmu termasuk majelis zikir.




Hadits yang dimaksudkan ialah:

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ نَفَرٌ ثَلَاثَةٌ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ

Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Saw sedang duduk di dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah, dan yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti di hadapan Rasulullah, yang satu melihat celah pada halaqah (lingkaran orang-orang yang duduk), lalu dia duduk di dalamnya. Adapun yang lain, dia duduk di belakang mereka. Namun yang ketiga, dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah Saw selesai, Beliau bersabda,”Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” [HR. Bukhari; Muslim, no. 2176.]

Di antara perkataan Imam Nawawi tentang hadits ini, beliau menyatakan: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya halaqah-halaqah ilmu dan zikir di dalam masjid.” Ketika menyebutkan fiqih hadits ini, Syaikh Salim Al-Hilali berkata,”Majelis-majelis zikir adalah halaqah-halaqah ilmu yang diadakan di rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan mencari pemahaman terhadap agama.”

Pendapat Syaikh Salim Al-Hilali

Syaikh Salim Al-Hilali juga berkata,”Majelis-majelis zikir yang dicintai oleh Allah ialah majelis-majelis ilmu, bersama-sama mempelajari Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah Al-Muththaharah (yang disucikan), dan mencari pemahaman tentang hal itu. Yang dimaksudkan bukanlah halaqah-halaqah tari dan perasaan ala Shufi.”



Pendapat Sebagian Ulama

Bahkan sebagian ulama menjelaskan, majelis ilmu lebih baik daripada majelis zikir. Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al-Badr, salah seorang dosen Jami’ah Islamiyah di Madinah berkata,”Tidak ada keraguan, bahwa menyibukan dengan menuntut ilmu dan menghasilkannya, mengetahui halal dan haram, mempelajari Al-Qur’anul Karim dan merenungkannya, mengetahui Sunnah Rasulullah Saw dan Sirah (riwayat hidup) Beliau serta berita-berita Beliau, adalah sebaik-baik zikir dan paling utama. Majelis-majelisnya adalah majelis-majelis paling baik. Majelis-majelis itu lebih baik daripada majelis-majelis zikrullah dengan tasbih, tahmid dan takbir. Karena majelis-majelis ilmu berkisar antara fardhu ‘ain atau fardhu kifayah. Sedangkan zikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu’ murni (disukai, sunnah, tidak wajib).”



Kemudian beliau menyebutkan hadits-hadits dan perkataan para ulama, yang semuanya menunjukkan lebih utamanya ilmu dibandingkan dengan ibadah yang tidak wajib.

Inilah penjelasan seputar majelis ilmu yang ternyata memiliki fadhilah yang luar biasa bagi seorang muslim. Semoga kita semua diberikan hidayat oleh Allah SWT untuk selalu mencintai dan menghadiri majelis ilmu semampu kita, dan kita dijauhkan dari rasa sombong dan meremehkan majelis ilmu…!! Aamiin…

 

Referensi :

  • Ihram.co.id, 31 Agustus 2021; Detikcom, 23 September 2020; Sragenupdate.com, 12 Juli 2022; Asmaulhusnacenter.com, 10 Agustus 2020; Muslim.or.id, 20 Mei 2021; dll.




Kreator/Editor : Dezete

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Scroll to Top