Revenge, Envy, Backbiting, and Riya

Tips Mengatasi Penyakit Hati





Terkait dengan Hati, dan Tips mengatasi penyakit hati ini, simak hadits berikut ini, dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Artinya: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Tiga Golongan Kelompok Hati menurut Imam Al-Ghazali

Imam al-Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga kelompok, yaitu hati yang sehat (qolbu shahih), hati yang sakit (qolbu maridh), dan hati yang mati (qolbu mayyit).



Seorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilah dan memilih setiap rencana atas suatu tindakan. Sehingga setiap apa yang diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang tepat berdasaran suara hati. Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah dengan baik.

Namun demikian, tidak setiap orang bisa menjaga hatinya dengan baik, karena pengaruh kondisi kejiwaan, lingkungan, maupun keimanan. Alhasil, hati yang tidak dijaga dan dipelihara akan dipenuhi dengan berbagai penyakit, yaitu penyakit hati.




Sepuluh Penyakit Hati

Penyakit hati ada banyak macamnya. Imam al-Ghazali menyebutnya ada sepuluh, yakni Ghadab (marah), Hasad (dengki), Al-Bukhlu wa Hubbul-Maal (bakhil dan cinta harta), Hubbul-Ja’ah (cinta kemegahan), Hubbud Dunya (cinta dunia), Takabbur (sombong), Ujub (rasa bangga akan dirinya), Riya’ (senang akan pujian manusia), termasuk juga Katsratul Tha’am (gemar memperbanyak makan) dan Katsratul Kalam (gemar memperbanyak perkataan/ghibah).

Hanya saja dalam artikel ini kita akan membatasi pembahasan pada delapan jenis penyakit hati saja, yaitu Amarah, Buruk Lisan, Buruk Sangka (Su’udzon), Cinta Dunia, Dendam, Dengki, Ghibah, dan Riya’. Sekaligus disodorkan cara atau tips mengatasi Penyakit Hati tersebut, yang dikutip dari buku “Mengatasi Penyakit Hati” yang ditulis KH Abdulullah Gymnastiar atau lebih dikenal dengan panggilan Aa Gym.




Amarah

Amarah adalah kondisi emosional dan tidak berdasarkan logika. Dalam sebuah riwayat diceritakan, ada seorang bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, amal apakah yang paling utama?” Maka beliau menjawab, “Jangan marah!” Jawaban itu beliau ulangi hingga tiga kali.

Jika kita ingin menjadi orang mulia, maka jangan marah. Kita ingin menjadi ahli surga, salah satu kuncinya adalah jangan marah. Dan jika kita adalah seorang pemimpin, maka jangan mudah marah, karena pemimpin pemarah itu tidak akan bisa sukses.

Cara mengatasi penyakit hati – marah

Tips mengatasi penyakit hati berupa amarah, menurut Aa Gym, cara mengendalikan marah ada beberapa. Pertama, kita harus menanamkan tekad dalam diri, misalnya dengan ungkapan, “Hari ini saya tidak boleh marah!” Dan itu bukan hanya menjadi omongan saja (omdo) tapi sekuat tenaga berusaha dijalani dengan konsisten. Kita harus membuat target dalam progarm ini. Itu menjadi bukti bahwa kita bersungguh-sungguh berjuang agar tidak menjadi pemarah.



“Hari ini dari Subuh sampai Dhuhur saya bertekad sekuat tenaga untuk tidak marah.” Kemudian, “Saya bertekad untuk tidak marah dari Dhuhur sampai Ashar, lalu Ashar sampai Maghrib, dan Maghrib sampai Isya, serta Isya hingga Subuh!” Demikian seterusnya. Program harian menjadi mingguan, mingguan menjadi bulanan, dan akhirnya rapor kita selama setahun bersih dari amarah.

Aa Gym menambahkan, kalaupun kita dalam kondisi marah, maka palingkanlah muka kita dari kemarahan itu. Jika saat marah itu posisi kita sedang berdiri, maka duduklah. Dan jika posisi kita sedang duduk, maka berbaringlah. Pokoknya, usahakan untuk mengubah posisi dan situasi. Itulah solusi yang Rasulullah Saw contohkan.

Usahakan untuk memendekkan pembicaraan atau pilih diam

Kalaupun kita memang sudah telanjur bicara yang bukan-bukan, maka usahakan untuk memendekkan/menyingkat pembicaraan. Jika memungkinkan, pilihlah diam. Sebab makin panjang kemarahan, akan makin kacau ucapan kita, karena tak terkendali.

Saat kemarahan itu mucul, maka bersegeralah memohon perlindungan dari Allah SWT dari godaan setan yang menjerumuskan, dengan membaca ta’awud. Lalu fokuskan pikiran kita pada suatu pemikiran bahwa kemarahan itu akan menghancurkan susana hati, harmoni suatu hubungan dan akan merusak nama baik.

Marah dapat menghancurkan amal shaleh seseorang

Marah juga dapat menghancurkan amal shaleh seseorang. Seorang Muslim tidak akan pernah berhenti untuk selalu memperbaiki dan mengendalikan dirinya dari kemarahan, sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam pandangan Allah.



Rasulullah bukanlah seorang yang pemarah. Beliau dicintai keluarga, sehabat, dan umatnya karena kemuliaan akhlaknya. Beliau adalah sosok lelaki yang lembut, penuh kasang sayang. Hubungan beliau dengan sesama dijalin atas dasar keimanan dan kasih sayang. Tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa diselesaikan dengan cara baik-baik dan kepala dingin. Beliau mendahulukan kearifan, bukan kemarahan.




Buruk Lisan

Lisan bisa menyelamatkan dan juga membahayakan seseorang. Seseorang bisa terjerumus pada masalah yang pelik karena dia tidak mampu menjaga lisannya. Seorang bisa bermusuhan dengan temannya karena dengan lidahnya yang telah menyakiti hati temannya. Seseorang bisa membuat ibunya menangis karena lisannya tidak dijaga dengan hati-hati agar terhindar dari kata-kata yang tidak terpuji. Seseorang bisa disebut sebagai pembohong karena dari mulutnya selalu keluar kalimat-kalimat yang penuh dusta.



Tapi sebaliknya, sesorang bisa selamat karena telah memelihara lidahnya/lisannya dengan baik. Dia akan selalu memikirkan setiapkali akan berucap dan berkata-kata. Orang lain yang mendengarkan akan merasa betah karena setiap kalimat yang keluar dari lisannya mengandung manfaat, setidaknya tidak jorok dan melukai perasaan orang lain. Memang tidak mudah menata lisan, tapi itu sangat mungkin bisa dilatih.

Rasulullah Saw termasuk orang yang jarang berbicara, tapi sekali beliau bicara, kata-kata yang keluar dari lisannya adalah kebenaran. Beliau mengamalkan perintah Allah yang termaktub dalam QS. Al-Ahzab ayat 70:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”

Kekuatan kata-kata Rasulullah Saw berpengaruh kepada orang yang mendengarnya. Mendengar Rasulullah Saw berbicara, timbul dalam diri para sahabat sebuah motivasi yang sangat kuat untuk berbuat kebaikan dan selalu menjaga perilaku agar selaras dengan ajarannya. Kata-kata beliau sungguh dapat menggugah hati karena penuh makna, manfaat, berharga, berbobot, mantap, dan indah bagaikan untaian mutiara. Pendeknya, kata-kata beliau sungguh berkualitas.

Muslim yang baik selalu memelihara lisannya

Seorang Muslim yang baik tentu saja akan selalu berusaha memelihara lidahnya. Walaupun lidah itu tidak bertulang tapi seringkali dia akan lebih tajam daripada sebilah pedang. Sekali tebasan pedang hanya akan menyakiti satu orang, tapi sekali tebasan lidah dapat menyebabkan banyak orang tersakiti.

Orang yang beriman akan memilih diam jika dianggap kata-katanya tidak mengandung kebenaran. Diam itu tidak selamanya menyebabkan kita tidak kreatif, tapi kadang kala diam itu adalah jalan terbaik yang dapat menyelamatkan kita dari berbagai macam permasalahan yang ada dan tentu saja kemuliaan masih terpelihara. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “Orang yang banyak bicaranya adalah orang yang banyak celanya.”



Secara pribadi kita berusaha sekuat tenaga untuk menjaga lisan dari kata-kata yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Saat kita berhadapan dengan orang yang banyak bicaranya dan penuh dengan kebatilan, maka jika kita mampu mencegahnya langsung untuk menghentikan bicaranya, maka lakukanlah. Kalaupun kita tidak mampu, maka dengan alasan yang logis dan terkesan tidak dibuat-buat berusaha untuk meninggalkan majelis.

Membiasakan berbicara yang baik yang mengandung ilmu

Sikap terbaik yang harus kita lakukan adalah memberi contoh bagaimana sebaiknya seorang muslim berbicara yang baik dan benar yang mengandung ilmu dan manfaat bagi orang lain. Hal itu harus kita lakukan secara terus-menerus dalam berbagai kesempatan dan tentu saja dijadikan kebiasaan oleh kita.

Jika kita melakukan hal sebaliknya, yaitu menyakiti orang lain dengan kata-kata kita, maka segeralah kita meminta maaf kepada orang yang bersangkutan dan perbanyaklah istighfar dan mudah-mudahan Allah SWT akan selalu membimbing kita dalam berkata, bersikap, dan bertindak.




Pesan  Rasulullah mengatasi penyakit hati pada mereka yang Buruk Lisan

Seseorang akan selamat hidupnya dengan memelihara lisannya dengan mengatakan yang baik, benar, atau memilih diam. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits lainnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: ”Seseorang hamba (manusia) yang berbicara dengan pembiacaraan yang belum jelas baginya (hakikat dan akibatnya) maka dia akan terlempar ke neraka sejauh antara timur dan barat.” (HR. Muslim)




Buruk Sangka

Buruk sangka dalam istilah Al-Qur’an dikenal dengan “su’udzon” dan sebaliknya, istilah untuk baik sangka adalah “husnudzon”. Keduanya merupakan prasangka terhadap sesuatu atau seseorang. Tidak semua prasangka itu dosa, yang dosa adalah berprasangka buruk terhadap hamba-hamba Allah yang beriman.

Buruk sangka membuat hidup jadi sengsara

Sungguh hidup kita akan sengsara jika kita membiarkan kebiasaan buruk sangka ini menjadi kebiasaan kita. Di manapun kita berada dan ke manapun kita pergi, kita akan melihat orang lain itu buruk dalam pandangan kita dan tidak ada sedikitpun kebaikan dari mereka.

Selain akan merusak hati, kebahagiaan, dan akhlak, buruk sangka, ungkap Aa Gym, akan merusak kedudukan kita di sisi Allah SWT. Kita hanya merasakan nikmatnya saat berburuk sangka, dan sesudahnya hanya tersisa rasa capek karena hati dan pikiran kita telah disibukkan oleh prasangka-prasangka yang bukan-bukan.



Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka tapi bukan berarti Islam melarang kita untuk selalu waspada atau berhati-hati dalam menyikapi situasi yang ada. Jika kita berada dalam lingkungan orang-orang shaleh, kenapa kita harus berburuk sangka kepada mereka. Jika ada yang mengetuk pintu dan kita yakin itu adalah saudara kita yang baik akhlaknya, kenapa tidak kita ajak mereka untuk masuk dan berbincang di dalam rumah kita?




Jangan berasumsi orang lain telah berburuk sangka kepada kita

Dan sebaliknya, jika lingkungan sekitar kita terkenal dengan kejahatannya dan kemaksiatan, maka sebaiknya kita mewaspadai segala bentuk situasi yang ada. Bersikap hati-hati itu perlu, tapi tidak berarti kita harus berburuk sangka pada orang sekitar kita. Kita tidak perlu membesar-besarkan masalah karena hanya akan menambah beban kita dan hanya akan menghasilkan masalah baru.

Dan kita perlu berhati-hati, jangan sampai kita punya anggapan bahwa orang lain telah berburuk sangka kepada kita, karena dengan begitu kita sendirilah orang yang telah berburuk sangka pada mereka. Itulah penyakit hati, bisa menimpa siapa saja, tapi minimal kita bisa memelihara hati kita ini agar terhindar dari buruk sangka.

BACA JUGA: KITAB : ADAB SOPAN SANTUN, HUBUNGAN SILATURRAHMI, TAAT BAKTI ; BAB: LARANGAN HASUD (IRI HATI), BENCI MEMBENCI, BELAKANG-MEMBELAKANGI

Cinta Dunia

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Artinya: “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278).




Cinta dunia sumber segala fitnah dan kesalahan

Rasulullah juga bersabda, “Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan.” Jelaslah sudah bahwa sumber dari segala fitnah dan kesalahan adalah ketika seorang begitu cinta pada dunia ini sehingga kemuliaannya pupus dari dirinya. Rasululllah Saw adalah orang yang sangat terpelihara hatinya dari silau-pukau dunia ini dan tidak ada cinta terhadap dunia kecuali cinta terhadap Allah dan cinta terhadap kemuliaan.



Oleh karena itu, harus kita yakini benar bahwa sebab dari segala kehinaan dan kesalahan yang dialami seseorang adalah tidak adanya usaha melepaskan dirinya dari kecintaan terhadap dunia.

Apakah cinta dunia itu? Cinta terhadap segala sesuatu yang dapat membuat kita lalai kepada Allah SWT. Seperti orang yang jatuh cinta pada umumnya, orang yang cinta dunia pun pasti akan membicarkan terus-menerus tentang segala sesuatu yang dicintainya kepada orang lain. Topik pembicaraan dan tujuan kegiatan yang dilakukannya selalu perihal keduniaan.




Penyakit cinta dunia akan timbul penyakit lainnya

Dengan penyakit cinta dunia, maka akan timbul penyakit-penyakit lainnya seperti sombong, dengki, serakah, dan sebagainya. Saat dia memiliki sesuatu yang dianggapnya luar biasa, maka dia akan meremehkan orang lain. Kesombongannya telah merusak kehidupannya. Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan kecuali sesuatu yang menjadi miliknya.



Seorang pecinta dunia tidak akan pernah merasa puas. Matanya tidak akan sanggup menyaksikan orang lain yang memiliki segala sesuatu melebihi dirinya. Demikianlah, dunia yang dibanggakannya akan membuat mata dan hatinya buta. Dia berani memakan saudaranya sendiri karena kedengkian dan keserakahan yang tidak ada habis-habisnya.

Aa Gym berpesan, jangan sampai kita diperbudak oleh keinginan duniawi semata yang hanya mengikuti keinginan hawa nafsu. Kita harus memiliki keinginan terhadap sesuatu yang Allah lebih sukai dan ridhai.




Perbedaan antara pecinta dunia dan pecinta Allah SWT

Di situlah letaknya perbedaan antara pecinta dunia dengan pecinta Allah SWT. Keduanya memang sama-sama sibuk untuk mengejar apa yang diinginkannya. Tapi bisa jadi, pecinta Allah-lah yang lebih sibuk daripada pecinta dunia dalam mengejar dunia, ketika bekerja dalam urusan dunia.

Ketika mengejar dunia, seorang pecinta Allah akan sangat menjaga nilai kemuliaannya sehinga dia mendapatkan dirinya lebih berharga dari dunianya. Jika dunianya habis, maka tidak akan berkurang atau hilang kemuliaan dari dirinya.

Saat dia mendapatkan dunainya, seorang pecinta Allah akan mendistribusikannya untuk kepentingan akhiratnya. Dia akan banyak berinfak, bersedekah, berzakat, berwakaf dan berbagi kepada orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia akan mendorong orang lain agar kaya dengan kekayaannya dan mengajak orang lain mulai dengan kekayaannya.



Sebaliknya, seorang pecinta dunia akan membelanjakan apa yang dimilikinya tanpa aturan, yang penting dia senang dan tidak peduli dengan kesusahan orang lain. (bersambung ke artikel berikutnya: Cara Menghindari Dendam, Dengki, Ghibah dan Riya’)

 

Referensi :

  • KH Abdullah Gymnastiar, Mengatasi Penyakit Hati, penerbit Republika, Cetakan Keempat, Agustus 2003.

Editor : Dezete

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Scroll to Top