Para Pelayan dan Maula Rasulullah Saw. Rasulullah Saw memiliki beberapa pelayan dan maula yang setia membantu Beliau. Di antara mereka ada yang bertugas menangani urusan nafkah Beliau, ada yang bertugas mengurusi sandal dan siwak. Ada juga yang Beliau Saw izinkan bebas masuk rumah Beliau, dan ada pula yang menjadi pengawal di hadapan Beliau.
Di dalam buku Manajemen Rumah Tangga Nabi Saw yang ditulis Abdul Wahhab Hamudah (2000) disebutkan, Para Pelayan dan Maula Rasulullah Saw adalah meliputi pelayan pria dan wanita. Sedangkan maula Beliau adalah para bekas budak yang dimerdekakan. Di antara mereka ada pelayan sekaligus maula, ada yang hanya sebagai pelayan dan sebaliknya.
Orang yang bertugas mengurusi belanja berarti orang kepercayaan Beliau. Sedangkan orang yang bertugas mengurusi sandal Beliau adalah yang menjaganya ketika sandal itu dilepas atau dikembalikan kepada Beliau bila dikehendaki.
Adapun orang yang diperkenankan masuk ke rumah Beliau adalah mereka yang ketika mau masuk memberitahukan Beliau terlebih dahulu, dan apabila Beliau berkenan maka diizinkannya.
Para Pelayan dan Maula Rasulullah Saw
Anas bin Malik
Para Pelayan dan Maula Rasulullah Saw itu antara lain adalah Anas bin Malik bin an-Nadhar al-Anshari al-Khazraji yang digelari dengan julukan Abu Hamzah. Anas menjadi pelayan Nabi Saw selama sembilan hingga sepuluh tahun.
Anas digelari Abu Hamzah
Dalam sebuah riwayat shahih darinya, ia berkata, “Ketika Nabi Saw tiba di Madinah, aku dibawa oleh ibuku ke hadapan Beliau, sedangkan pada waktu itu aku masih kanak-kanak yang berusia sepuluh tahun. Ibuku berkata kepada Beliau, ‘Wahai Rasulullah, ini adalah Anas akan melayanimu.’ Ternyata Beliau berkenan menerimanya dan menggelariku dengan sebutan Abu Hamzah, nama seekor baghal (hasil persilangan kuda dan keledai) yang Beliau sukai. Dan Beliau pernah bercanda denganku dan berkata kepadaku, ‘Hai yang memiliki dua telinga.’”
Anas pernah ikut berperang bersama Nabi Saw sebanyak delapan kali, dan pernah pula didoakan oleh Beliau melalui sabdanya, “Ya Allah banyakkanlah harta dan anaknya, serta masukkanlah ia ke dalam surga.”
Cara shalat Anas sangat mirip Nabi
Mengenai hal ini, Abu Hurairah pernah berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang sangat mirip cara shalatnya dengan cara shalat Rasulullah Saw selain Anas.”
Itu lantaran ketika masih menjadi pelayan, ia selalu terikat dengan ketepatan perbuatan dan cara Nabi Saw. Misalnya, ia selalu meniru cara Beliau shalat sesuai kemampuannya. Dan Anas bin Malik wafat pada tahun ke-93 Hijriyah.
Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami
Selanjutnya adalah Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami yang bertugas melayani wudhu Beliau dengan cara mempersiapkan dan menyiramkan air tatkala Rasulullah berwudhu.
Imam Muslim meriwayatkan dari Rabi’ah bin Ka’ab, ia berkata, “Aku bermalam di depan pintu Nabi Saw dan memberi Beliau air untuk berwudhu. Maka aku mendengarkan Beliau pada malam hari mengucapkan Sami’ Allahu Liman Hamidah.”
Penghuni Suffah
Rabi’ah bin Ka’ab termasuk salah seorang penghuni suffah (golongan ashabus shuffah). Ia senantiasa bersama Nabi Saw sampai beliau wafat. Kemudian ia keluar dari Madinah dan wafat pada tahun ke-63 Hijriyah.
Aiman bin Ummu Aiman
Berikutnya adalah Aiman bin Ummu Aiman. Ia petugas Nabi Saw di saat Beliau hendak bersuci. Ia gugur sebagai syahid pada peristiwa perang Hunain di hadapan Nabi Saw. Sebab ia saat itu termasuk salah seorang yang tetap bertahan bersama Beliau.
Ibnu Mas’ud
Setelah itu ada Abdullah bin Mas’ud atau sering juga dipanggil Ibnu Mas’ud. Ibunya adalah Ummu Abad bin Abdud yang termasuk orang yang awal memeluk Islam dan menjadi sahabat. Ibnu Mas’ud juga termasuk salah seorang sahabat yang paling duluan memeluk Islam dan melakukan hijrah sebanyak dua kali, ikut terlibat dalam perang Badar serta seluruh peperangan lainnya bersama Nabi Saw, dan selalu setia kepada Beliau.
Nabi Saw pernah bersabda kepadanya, “Aku perkenankan untukmu mengangkat hijab dan mendengar rahasiaku sampai aku melarangmu.” Hadits ini diriwayatkan oleh para pemilik kitab Shahih (Bukhari dan Muslim).
Ibnu Mas’ud dikira Ahlul Bait
Abu Musa pernah berkomentar, “Pada waktu aku dan saudaraku pertama kali tiba dari Yaman, kamu pun menetap selama beberapa waktu di rumah Beliau Saw. Dan selama itu pula kami berpikir bahwa Ibnu Mas’ud termasuk anggota Ahlul Bait (keluarga Nabi Saw), lantaran seringnya kami melihat dia dan ibunya bebas masuk ke rumah Rasulullah Saw serta setianya ia bersama Beliau.” Hal ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan Tirmidzi.
Bacaan al-Qur’an Ibnu Mas’ud persis bacaan Rasulullah
Rasulullah juga pernah bersabda, “Barangsiapa senang untuk membaca Al-Qur’an persis sebagaimana diturunkan hendaklah membacanya sesuai dengan bacaan putra Ummu Abad (maksudnya, Ibnu Mas’ud). “
BACA JUGA : BAB: PERTAMA TURUNNYA WAHYU
Mengurusi bantal, siwak, sandal & tongkat Nabi
Ibnu Mas’ud adalah pelayan yang mengurusi bantal, siwak dan sepasang sandal Nabi. Ketika Beliau berdiri, dialah yang memakaikan sandalnya, kemudian ia mengambil tongkat dan berjalan di depan Beliau. Lalu ketika Beliau duduk, ia pun meletakkan sandal Beliau di kedua belah tangannya sampai Nabi berdiri kembali.
Timbangan amal Ibu Ibnu Mas’ud (di akhirat kelak) lebih berat daripada gunung Uhud
Berkenaan dengan Ibnu Mas’ud, Ali pernah bercerita, “Suatu ketika Nabi Saw menyuruh ibu Ibnu Mas’ud memanjat sebatang pohon agar dibawakan kepada Beliau sesuatu darinya. Dan tatkala beberapa orang sahabat melihat pada sepasang betisnya yang kecil mereka pun tertawa, maka Nabi Saw berkata, ‘Mengapa kalian tertawa untuk kaki seorang hamba Allah yang timbangannya (di akhirat kelak) lebih berat daripada gunung Uhud.’” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan.
Rasulullah menangis mendengar bacaan al-Qur’an Ibnu Mas’ud
Di dalam dua kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Nabi Saw bersabda kepadaku, ‘Bacakanlah untukku al-Qur’an!’ Maka aku pun berkata, ‘Aku membaca untukmu sedangkan al-Qur’an diturunkan untukmu.’ Maka Beliau menjawab, ‘Aku suka untuk mendengarnya dari orang lain selainku.’ Maka aku pun membacakan surah an-Nisa’ untuknya hingga sampai ayat yang berbunyi: Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). Tiba-tiba Beliau berkata, ‘Cukup sekarang.’ Lantas akupun menoleh ke arah Beliau, ternyata kedua mata Beliau berlinang air mata.”
Ibnu Mas’ud sendiri wafat di Madinah pada tahun ke-32 Hijriyah.
Uqbah bin Amir al-Juhani
Kemudian pelayan Beliau yang lain adalah Uqbah bin Amir al-Juhani. Ia adalah petugas yang mengurusi baghal Nabi Saw dan menuntunnya di dalam berbagai perjalanan Beliau. Atau sebagai pendamping Beliau di kala menaiki tunggangannya dan turun darinya maupun ketika baghal itu menyimpang dari jalannya.
Uqbah disuruh menaiki tunggangan Nabi
Imam Ahmdd bin Hanbal, Abu Dawud dan An-Nasa’I meriwayatkan dari Uqbah, ia berkata, “Tatkala aku menuntun tunggangan Rasulullah Saw pada suatu jalan, tiba-tiba berkata kepadaku, ‘Naikilah sendirian hai Uqbah!’ Sungguh aku merasa segan untuk menaiki tunggangan Beliau. Maka aku pun menaikinya sebentar kemudian turun kembali, lalu Beliau menungganginya dan aku pun menuntunnya. Beliau berkata kepadaku, ‘Hai Uqbah, maukah aku ajarkan kepadamu dua surah terbaik yang dapat engkau bacakan kepada orang lain.’ Maka aku pun menjawab, ‘Baik ya Rasulullah, dengan jaminan bapak dan ibuku untuk dirimu wahai Rasulullah.’ Lalu Beliau berkata, ‘Bacakan Qul ‘Audzu bi Rabbil Falaq dan Qul ‘Audzu bi Rabbin Nas.’”
Uqbah dipecat Muawiyah sebagai Gubernur Mesir
Pada tahun ke-44 Hijriyah Uqbah bin Amir pernah menjadi gubernur Mesir pada masa pemerintahan Muawiyah, sebelum akhirnya dipecat oleh Muawiyah pada tahun ke-47 Hijriyah dan digantikan oleh Muawiyah bin Khadij yang memerintah sampai tahun ke-50 Hijriyah, lalu digantikan oleh Maslamah bin Makhlad. Uqbah bin Amir wafat di Mesir pada tahun ke-58 Hijriyah.
Abu Dzar Al-Ghifari
Selanjutnya di antara pelayan Rasulullah adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Ia termasuk orang yang telah lama memeluk Islam sejak di Mekkah dan pernah pula mengumumkan keislamannya di hadapan kaum Quraisy, sehingga mereka pun menganiayanya hingga ia diselamatkan oleh Al-Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi saw.
Abu Dzar al-Ghifari meninggal di Rabdzah, suatu tempat di dekat Madinah pada tahun ke-32 Hijriyah, dan jenazahnya sempat dishalatkan oleh Ibnu Mas’ud yang kebetulan juga meninggal pada hari yang sama.
Para Maula Nabi Saw
Muhajir
Di antara maula Rasulullah adalah Muhajir, seorang maula Ummu Salamah. Ia menjadi sahabat Nabi Saw dan menjadi pelayanan Beliau. Ikut terlibat dalam penaklukan Mesir dan membangun rumah di sana, kemudian pindah ke Thantha (Mesir) dan menetap disana sampai ia wafat.
At-Thabari dan Ibnu Mandah meriwayatkan dari Bakir, seorang maula Amirah, ia berkata, “Aku mendengar Muhajir berkata, ‘Aku telah melayani Rasulullah Saw, dan Beliau tidak pernah mengatakan untuk sesuatu yang aku kerjakan, kenapa engkau kerjakan? Dan tidak pula untuk sesuatu yang aku tinggalkan, kenapa engkau tinggalkan?’”
Abu Al-Hamra’
Berikutnya Para Pelayan dan Maula Rasulullah Saw di antara mereka pula adalah Abu Al-Hamra’, seorang maula sekaligus pelayan Nabi Saw.
Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu al-Hamra’ yang di-hasan-kan dan dishahihkan oleh al-Hakim serta Ibnu Jarir, ia berkata, “Aku menjaga Rasulullah Saw selama delapan bulan. Selama itu tidak sekalipun Beliau keluar untuk menuju shalat pada pagi hari sebelum Beliau datang ke dekat pintu Ali, lalu mengangkat tangannya di atas daun pintu, kemudian berseru, ‘Ash-Shalah…ash-shalah, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.’”
Pelayan Wanita
Barkah Ummu Aiman al-Habasiyah
Sementara itu para pelayan dari kaum wanita antara lain Barkah Ummu Aiman al-Habasyiah. Ia adalah ibu dari Usamah bin Zaid bin Haritsah, dan ia meninggal dunia pada awal pemerintahan khalifah Usman bin Affan r.a.
Salma binti Rafi’
Berikutnya adalah Salma binti Rafi’, istri dari Abu Rafi’. Ia disebut sebagai pelayan sekaligus maula Nabi Saw. Tirmidzi meriwayatkan dari dari Ali bin Abdullah bin Rafi’ yang berasal dari neneknya, dimana dulu ia pernah menjadi pelayan Nabi, ia berkata, “Tidak pernah ada pada tubuh Rasulullah suatu luka melainkan Beliau menyuruh meletakkan inai (daun pacar) di atasnya.”
Di dalam At-Thabaqat karya ibnu Sa’ad tentang kisah perkawinan Nabi Saw dengan Zaynab binti Jahsy diceritakan bahwa Beliau berkata, “Siapa yang mau menemui Zaynab untuk memberi kabar gembira kepadanya bahwa Allah telah mengawinkan aku dengannya.” Maka keluarlah Salma, seorang pelayan Nabi Saw menemui Zaynab untuk memberitahukan tentang hal itu.
Ummu Ayyasi
Dan yang terakhir adalah Ummu Ayyasi, maula dari Ruqayyah, putri Nabi Saw, ia pernah berkata, “Aku melayani wudhu Nabi Saw, aku berdiri sedangkan Beliau duduk.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi’
Menjemput anggota keluarga Rasulullah di Mekkah
Rasulullah Saw pernah mengutus Zaid bin Haritsah dan maula Beliau, Abu Rafi’ ke Mekkah untuk menjemput Fathimah, Ummu Kultsum, Saudah binti Zam’ah, Usamah bin Zaid dan Ummu Aiman. Sementara Abu Bakar mengutus Abdullah bin Ariqath dan Abdullah bin Abu Bakar agar membawa serta Ummu Ruman, ibu Abu Bakar Aisyah dan Asma.
Menyemarakkan suasana rumah tangga Rasulullah
Kedatangannya mereka menyemarakkan suasana rumah tangga Rasulullah yang di Madinah pasca hijrah. Adapun istri yang menjadi ibu rumah tangga adalah Saudah binti Zam’ah, dengan anggota keluarga yaitu Fathimah, Ummu Kultsum, Usamah dan Ummu Aiman. Kemudian Aisyah juga menjadi penghuni rumah tangga Nabi yang di Madinah, lalu diikuti istri-istri Rasulullah yang lain hingga berjumlah sembilan orang.
Demikianlah keadaan rumah tangga Rasulullah yang bersahaja dan tempat tinggal yang sederhana. Beliau menjalani hidup sebagai pengemban Risalah Allah, menyampaikan segala perintah-Nya dan berjihad di jalan kebenaran serta berjuang untuk kebaikan manusia tanpa rasa jemu dan bosan serta tanpa dipengaruhi unsur tamak dan kerakusan.
Dari rumah Beliau itulah terpancar sumber-sumber ilmu. Di dalamnya juga terbit cahaya reformasi dari jiwa yang penuh kerelaan dan hati yang penuh ketenangan.
Referensi :
- Abdul Wahhab Hamudah, Manajemen Rumah Tangga Nabi Saw, Penerjemah Ibnu Mukhtar, Pustaka Hidayah, Cetakan I Maret 2000.
Editor : Dezete